Nama : Karlina Indah Purwanti
Kelas : 4EB09
NPM : 23211908
Standar Akuntansi Keuangan Dan Perkembangannya di Indonesia Melaui IFRS
Standar Akuntansi Keuangan Indonesia perlu mengadopsi IFRS , sehingga
laporan keuangan Indonesia dapat diterima secara global dan
perusahaan-perusahaan Indonesia mampu memasuki persaingan global untuk menarik
investor internasional . Saat ini , adopsi oleh PSAK Indonesia adalah dalam
bentuk harmonisasi , yang berarti adopsi parsial . Namun, Indonesia berencana
untuk sepenuhnya mengadopsi IFRS pada tahun 2012 . Adopsi tersebut akan wajib
bagi perusahaan yang terdaftar dan multinasional .
Keputusan apakah Indonesia akan sepenuhnya mengadopsi IFRS atau
sebagian mengadopsi untuk tujuan harmonisasi perlu dipertimbangkan dengan
hati-hati . Adopsi penuh IFRS akan meningkatkan keandalan dan daya banding
laporan keuangan secara internasional . Namun, mungkin bertentangan dengan
sistem pajak Indonesia dan situasi ekonomi dan politik lainnya .
Jika Indonesia adalah untuk mengadopsi sepenuhnya IFRS pada tahun 2012
, tantangan yang dihadapi pertama oleh sivitas akademika dan perusahaan .
Kurikulum , silabus , dan sastra perlu disesuaikan untuk mengakomodasi
perubahan . Ini akan memakan waktu yang cukup dan usaha karena banyak aspek
terkait dengan perubahan . Penyesuaian juga perlu dilakukan oleh perusahaan
atau organisasi , terutama mereka dengan transaksi internasional dan interaksi
.
Adopsi penuh juga berarti perubahan prinsip akuntansi yang telah
diterapkan sebagai standar akuntansi di seluruh dunia . Hal ini mungkin tidak
akan tercapai dalam waktu singkat , karena beberapa alasan : ( 1 ) standar akuntansi
sangat berhubungan dengan sistem pajak . Adopsi IFRS internasional dapat
mengubah sistem pajak di setiap negara yang sepenuhnya mengadopsi IFRS . ( 2 )
Standar akuntansi adalah akuntansi kebijakan dalam rangka memenuhi kebutuhan
politik dan ekonomi nasional yang berbeda-beda ineach negara . Ini mungkin
menjadi tantangan yang signifikan dalam sepenuhnya mengadopsi IFRS.
A.
Sejarah, perkembangan, dan pengadopsian Standar Akuntansi Internasional di
Indonesia
Berikut adalah perkembangan standar akuntansi
Indonesia mulai dari awal sampai dengan saat ini yang menuju konvergensi dengan
IFRS (Sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2008).
- di Indonesia selama dalam penjajahan Belanda, tidak ada standar Akuntansi yang dipakai. Indonesia memakai standar (Sound Business Practices) gaya Belanda.
- sampai Thn. 1955 : Indonesia belum mempunyai undang – undang resmi / peraturan tentang standar keuangan.
- Tahun. 1974 : Indonesia mengikuti standar Akuntansi Amerika yang dibuat oleh IAI yang disebut dengan prinsip Akuntansi.
- Tahun. 1984 : Prinsip Akuntansi di Indonesia ditetapkan menjadi standar Akuntansi.
- Akhir Tahun 1984 : Standar Akuntansi di Indonesia mengikuti standar yang bersumber dari IASC (International Accounting Standart Committee)
- Sejak Tahun. 1994 : IAI sudah committed mengikuti IASC / IFRS.
- Tahun 2008 : diharapkan perbedaan PSAK dengan IFRS akan dapat diselesaikan.
- Tahun. 2012 : Ikut IFRS sepenuhnya?
B.
Pengadopsian Standar Akuntansi Internasional di Indonesia
Saat ini standar akuntansi keuangan
nasional sedang dalam proses konvergensi secara penuh dengan International
Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh IASB (International
Accounting Standards Board. Oleh karena itu, arah penyusunan dan pengembangan standar
akuntansi keuangan ke depan akan selalu mengacu pada standar akuntansi
internasional (IFRS) tersebut.
Untuk hal-hal yang tidak diatur
standar akuntansi internasional, DSAK akan terus mengembangkan standar
akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia, terutama
standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah, dengan semakin
berkembangnya usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan konseptual untuk
akuntansi transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena
transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha
umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat
diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi yang dapat
dijadikan landasan konseptual.
C.
Revisi terbaru PSAK yang mengacu pada IFRS
Sejak Desember 2006 sampai dengan
pertengahan tahun 2007 kemarin, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) telah merevisi dan mengesahkan lima Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK). Revisi tersebut dilakukan dalam rangka konvergensi
dengan International Accounting Standards (IAS) dan International financial
reporting standards (IFRS). 5 butir PSAK yang telah direvisi tersebut antara
lain: PSAK No. 13, No. 16, No. 30 (ketiganya revisi tahun 2007, yang berlaku
efektif sejak 1 Januari 2008), PSAK No. 50 dan No. 55 (keduanya revisi tahun
2006 yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2009).
- PSAK No. 13 (revisi 2007) tentang Properti Investasi yang menggantikan PSAK No. 13 tentang Akuntansi untuk Investasi (disahkan 1994),
- PSAK No. 16 (revisi 2007) tentang Aset Tetap yang menggantikan PSAK 16 (1994) : Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain dan PSAK 17 (1994) Akuntansi Penyusutan,
- PSAK No. 30 (revisi 2007) tentang Sewa menggantikan PSAK 30 (1994) tentang Sewa Guna Usaha.
- PSAK No. 50 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan yang menggantikan Akuntansi Investasi Efek Tertentu
- PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran yang menggantikan Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai.
Kelima PSAK tersebut dalam revisi
terakhirnya sebagian besar sudah mengacu ke IAS/IFRS, walaupun terdapat sedikit
perbedaan terkait dengan belum diadopsinya PSAK lain yang terkait dengan kelima
PSAK tersebut. Dengan adanya penyempurnaan dan pengembangan PSAK secara
berkelanjutan dari tahun ke tahun, saat ini terdapat tiga PSAK yang
pengaturannya sudah disatukan dengan PSAK terkait yang terbaru sehingga nomor
PSAK tersebut tidak berlaku lagi, yaitu :
- PSAK No. 9 (Revisi 1994) tentang Penyajian Aktiva Lancar dan Kewajiban Jangka Pendek pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 1 (Revisi 1998) tentang Penyajian Laporan Keuangan;
- PSAK No. 17 (Revisi 1994) tentang Akuntansi Penyusutan pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap;
- PSAK No. 20 tentang Biaya Riset dan Pengembangan (1994) pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 19 (Revisi 2000) tentang Aset Tidak Berwujud.
PSAK yang sedang dalam
proses revisi :
Ikatan Akuntan Indonesia merencanakan untuk
konvergensi dengan IFRS mulai tahun 2012, untuk itu Dewan Standar Akuntansi
Keuangan (DSAK) sedang dalam proses merevisi 3 PSAK berikut (Sumber: Deloitte
News Letter, 2007):
ü PSAK 22 : Accounting for Business Combination,
which is revised by reference to IFRS 3 : Business Combination;
ü PSAK 58 : Discontinued Operations, which is
revised by reference to IFRS 5 : Non-current Assets Held for Sale and
Discontinued Operations;
ü PSAK 48 : Impairment of Assets, which is
revised by reference to IAS 36 : Impairment of Assets
Berikut adalah program pengembangan standar akuntansi
nasional oleh DSAK dalam rangka konvergensi dengan IFRS (Sumber: Ikatan Akuntan
Indonesia, 2008):
- Pada akhir 2010 diharapkan seluruh IFRS sudah diadopsi dalam PSAK;
- Tahun 2011 merupakan tahun penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS;
- Tahun 2012 merupakan tahun implementasi dimana PSAK yang berbasis IFRS wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik. Namun IFRS tidak wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan lokal yang tidak memiliki akuntabilitas publik. Pengembangan PSAK untuk UKM dan kebutuhan spesifik nasional didahulukan.
Efek penerapan International Accounting Standard (IAS)
terhadap Laporan Keuangan
Beberapa penelitian di luar negeri
telah dilakukan untuk menganalisa dan membuktikan efek penerapan IAS (IFRS)
dalam laporan keuangan perusahaan domestik. Penelitian itu antara lain
dilakukan oleh Barth, Landsman, Lang (2005), yang melakukan pengujian untuk
membuktikan pengaruh Standar Akuntansi Internasional (SAI) terhadap kualitas
akuntansi. Penelitian lain dilakukan oleh Marjan Petreski (2005), menguji efek
adopsi SAI terhadap manajemen perusahaan dan laporan keuangan.
Hung & Subramanyan (2004)
menguji efek adopsi SAI terhadap laporan keuangan perusahaan di Jerman. Hasil
penelitian ini memberikan bukti bahwa total aktiva, total kewajiban dan nilai
buku ekuitas, lebih tinggi yang menerapkan IAS dibanding standar akuntansi
Jerman, dan tidak ada perbedaan yang signifikan pada pendapatan dan laba bersih
yang didasarkan atas Standar Akuntansi Internasional dan Standar Akuntansi Jerman.
Adopsi SAI juga berdampak pada rasio keuangan, antaralain rasio ROE, RAO, ATO,
rasio LEV dan PM, rasio nilai buku terhadap nilai pasar ekuitas, rasio Earning
to Price.
Pricewaterhouse Coopers (2005)
menyatakan bahwa perubahan standar akuntansi tersebut akan berdampak pada
berbagai area antara lain: Product viability, Capital Instruments, Derivatives
dan hedging, Employee benefits, fair valuations, capital allocation, leasing,
segment reporting, revenue recognition, impairment reviews, deferred taxation,
cash flows, disclosures, borrowing arrangements and banking covenants.
Peranan dan keuntungan harmonisasi atau adopsi IFRS
sebagai standar akuntansi domestik
Keuntungan harmonisasi menurut
Lecturer Ph. Diaconu Paul (2002) adalah: (1) Informasi keuangan yang dapat
diperbandingkan, (2) Harmonisasi dapat menghemat waktu dan uang, (3)
Mempermudah transfer informasi kepada karyawan serta mempermudah dalam
melakukan training pada karyawan, (4) Meningkatkan perkembangan pasar modal
domestik menuju pasar modal internasional, (5) Mempermudah dalam melakukan
analisis kompetitif dan operasional yang berguna untuk menjalankan bisnis serta
mempermudah dalam pengelolaan hubungan baik dengan pelanggan, supplier, dan
pihak lain.
Pricewaterhouse Coopers (2005) dalam
publikasinya “Making A change To IFRS”
mengatakan: “Financial reporting that is not easily understood by global users
is unlikely to bring new business or capital to a company. This is why so many
are either voluntarily changing to IFRS, or being required to by their
governments. Communicating in one language to global stakeholders enhances
confidence in the business and improves finance-raising capabilities. It also
allows multinational groups to apply common accounting across their
subsidiaries, which can improve internal communications, and the quality of
management reporting and group decision-making. At the same time, IFRS can ease
acquisitions and divestments through greater certainty and consistency of
accounting interpretation. In increasingly competitive markets, IFRS allows
companies to benchmark themselves against their peers worldwide, and allows
investors and others to compare the company’s performance with competitors
globally. Those companies that do not make themselves comparable (or can’t,
because national laws stand in the way) will be at a disadvantage and their
ability to attract capital and create value going forward will be undermined”
Dalam publikasi tersebut,
Pricewaterhouse Coopers sebagai perusahaan jasa professional atau kantor
akuntan terbesar di dunia saat ini, menyatakan bahwa laporan keuangan dituntut
untuk dapat memberikan informasi yang lebih dapat dipahami oleh pemakai global,
dengan demikian dapat menarik modal ke dalam perusahaan. Hal inilah yang mendorong
atau menuntut perubahan peraturan akuntansi domestik ke arah IFRS. Dengan
mengadopsi IFRS berarti laporan keuangan berbicara dengan bahasa akuntansi yang
sama, hal ini akan memudahkan perusahaan multinasional dalam berkomunikasi
dengan cabang-cabang perusahaannya yang berada dalam negara yang berbeda,
meningkatkan kualitas pelaporan manajemen dan pengambilan keputusan. Dengan
mengadopsi IFRS juga berarti meningkatkan kepastian dan konsistensi dalam
interpretasi akuntansi, sehingga memudahkan proses akuisisi dan divestasi.
Dengan mengadopsi IFRS kinerja perusahaan dapat diperbandingkan dengan pesaing
lainnya secara global, apalagi dengan semakin meningkatnya persaingan global
saat ini. Akan menjadi suatu kelemahan bagi suatu perusahaan jika tidak dapat
diperbandingkan secara global, yang berarti kurang mampu dalam menarik modal
dan menghasilkan keuntungan di masa depan.
Perlunya Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional
di Indonesia
Indonesia perlu mengadopsi standar
akuntansi internasional untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual
saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar
internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya
sosialisasi yang mahal. Indonesia sudah melakukannya namun sifatnya baru
harmonisasi, dan selanjutnya akan dilakukan full adoption atas standar
internasional tersebut. Adopsi standar akuntansi internasional tersebut
terutama untuk perusahaan publik. Hal ini dikarenakan perusahaan publik
merupakan perusahaan yang melakukan transaksi bukan hanya nasional tetapi juga
secara internasional. Jika ada perusahaan dari luar negeri ingin menjual saham
di Indonesia atau sebaliknya, tidak akan lagi dipersoalkan perbedaan standar
akuntansi yang dipergunakan dalam menyusun laporan.
Ada beberapa pilihan untuk melakukan
adopsi, menggunakan IAS apa adanya, atau harmonisasi. Harmonisasi adalah, kita
yang menentukan mana saja yang harus diadopsi, sesuai dengan kebutuhan.
Contohnya adalah PSAK (pernyataan standar akuntansi keuangan) nomor 24, itu
mengadopsi sepenuhnya IAS nomor 19. Standar ini berhubungan dengan imbalan
kerja atau employee benefit.
Kerugian apa yang akan kita hadapi
bila kita tidak melakukan harmonisasi, kerugian kita berkaitan dengan kegiatan
pasar modal baik modal yang masuk ke Indonesia, maupun perusahaan Indonesia
yang listing di bursa efek di Negara lain. Perusahaan asing yang ingin listing
di BEI akan kesulitan untuk menerjemahkan laporan keuangannya dulu sesuai
standart nasional kita, sedangkan perusahaan Indonesia yang akan listing di
Negara lain, juga cukup kesulitan untuk menerjemahkan atau membandingkan
laporan keuangan sesuai standart di negara tersebut. Hal ini jelas akan
menghambat perekonomian dunia, dan aliran modal akan berkurang dan tidak
mengglobal.
Perkembangan Standar Akuntansi
di Indonesia.
Adanya perubahan lingkungan global
yang semakin menyatukan hampir seluruh negara di dunia dalam komunitas tunggal,
yang dijembatani perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin
murah, menuntut adanya transparansi di segala bidang. Standar akuntansi
keuangan yang berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk
mewujudkan transparasi tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan
sebagai sebuah cermin, di mana cermin yang baik akan mampu menggambarkan
kondisi praktis bisnis yang sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar
akuntansi keuangan yang baik, sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa
sekarang ini.
Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap
terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi
dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan
pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga
kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar
akuntansi keuangan di Indonesia.
Tonggak sejarah pertama, menjelang
diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan
pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang
berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).”
Kemudian, tonggak sejarah kedua
terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara
mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip
Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi
dengan perkembangan dunia usaha.
Berikutnya pada tahun 1994, IAI
kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam
buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994,
IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi
internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya,
terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam
rangka konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS).
Program adopsi penuh dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan
dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan.
Dalam perkembangannya, standar
akuntansi keuangan terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa berupa
penyempurnaan maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi
telah dilakukan enam kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1
Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2007. Buku ”Standar
Akuntansi Keuangan per 1 September 2007” ini di dalamnya sudah bertambah
dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan
5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan
7 ISAK.
Untuk dapat menghasilkan standar
akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan
disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun
standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari
GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite
Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan
standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode
kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang
terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998
nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI
tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi
Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun
dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi
Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite
Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang
kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi
transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya
terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para
pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di
Indonesia.
Ada juga pendapat yang lain
mengtakan bahwa perkembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia yang
terbaru mengadopsi IFRS ke PSAK, kronologis kejadian dari tahun ke tahun adalah
sebagai berikut :
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI)
telah membentuk Komite Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia untuk menetapkan
standar-standar akuntansi, yang kemudian dikenal dengan Prinsip-prinsip
Akuntansi Indonesia (PAI). (Terjadi pada periode 1973-1984)
Komite PAI melakukan revisi secara
mendasar PAI 1973 dan kemudian menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984
(PAI 1984). Menjelang akhir 1994, Komite standar akuntansi memulai suatu revisi
besar atas prinsip-prinsip akuntansi Indonesia dengan mengumumkan
pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan menerbitkan interpretasi
atas standar tersebut. Revisi tersebut menghasilkan 35 pernyataan standar
akuntansi keuangan, yang sebagian besar harmonis dengan IAS yang dikeluarkan
oleh IASB. (Terjadi pada periode 1984-1994)
Ada perubahan Kiblat dari US GAAP ke
IFRS, hal ini ditunjukkan Sejak tahun 1994, telah menjadi kebijakan dari Komite
Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakan International Accounting Standards
sebagai dasar untuk membangun standar akuntansi keuangan Indonesia. Dan pada
tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar-standar
akuntansi baru, yang kebanyakan konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi
dari US GAAP dan lainnya dibuat sendiri. (Terjadi pada periode 1994-2004).
Merupakan konvergensi IFRS Tahap 1,
Sejak tahun 1995 sampai tahun 2010, buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus
direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan
standar baru. Proses revisi dilakukan sebanyak enam kali yakni pada tanggal 1
Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1
September 2007, dan versi 1 Juli 2009. Pada tahun 2006 dalam kongres IAI (Cek
Lagi nanti) X di Jakarta ditetapkan bahwa konvergensi penuh IFRS akan
diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu adalah taat penuh dengan semua
standar IFRS pada tahun 2008. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak mudah.
Sampai akhir tahun 2008 jumlah IFRS yang diadopsi baru mencapai 10 standar IFRS
dari total 33 standar. (terjadi pada periode 2006-2008)
Sumber : https://ikhwamuji.wordpress.com/2014/01/07/standar-akuntansi-keuangan-dan-perkembangannya-di-indonesia-melaui-ifrs/